||PEKANBARU, THILASIA.ID-|| Aliansi Wartawan Investigasi (AWASI) RIAU mengungkap temuan mengejutkan terkait dugaan pelanggaran izin lingkungan oleh sejumlah showroom kendaraan di Kota Pekanbaru. Berdasarkan hasil investigasi tim khusus, sedikitnya tujuh showroom ternama diduga beroperasi tanpa memiliki izin lingkungan atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan) sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perusahaan-perusahaan yang dimaksud antara lain:
1. PT. Kerta Jaya Utama (Showroom Honda) berlokasi di Jalan SM Amin, diduga tidak memiliki persetujuan lingkungan atau dokumen UKL-UPL.
2. PT. Sejahtera Buana Trada (Showroom Suzuki) juga di Jalan SM Amin, diduga tidak memiliki UKL-UPL, serta pertek air limbah yang pernah dimiliki telah otomatis dibatalkan karena tidak dijalankan.
3. PT. Wahana Meta Riau (Showroom Nissan), di Jalan Soekarno-Hatta, diduga tidak mengantongi izin lingkungan atau UKL-UPL.
4. PT. Agung Automall (Showroom Toyota) tersebar di beberapa lokasi: Jalan SM Amin, Jalan Dr. Soetomo, Jalan Harapan Raya, dan Jalan Soekarno-Hatta. Meski disebut telah memiliki pertek air limbah, kejelasan mengenai kepemilikan UKL-UPL dan uji laboratorium rutin terhadap air limbah masih dipertanyakan.
5. PT. Pekanbaru Berlian Motors (Showroom Mitsubishi Fuso), Jalan Imam Munandar, diduga belum memiliki UKL-UPL.
6. PT. Dipo Internasional Pahala Otomotif (Showroom Mitsubishi), Jalan Jenderal Sudirman, juga diduga beroperasi tanpa UKL-UPL.
7. PT. Gita Riau Makmur (Showroom Hino), Jalan Kaharuddin Nasution, dengan dugaan serupa, yaitu tidak memiliki persetujuan lingkungan atau UKL-UPL.
AWASI RIAU mempertanyakan sikap Pemerintah Kota Pekanbaru, khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), yang terkesan membiarkan praktik ini terus berjalan tanpa tindakan tegas.
Pejabat yang diduga bertanggung jawab dalam pembiaran ini antara lain:
1. Agus Salim, S.Sos selaku Kabid Pengendalian Pencemaran Lingkungan dan Pengelolaan Limbah B3, DLHK Pekanbaru.
2. Rezatul Helmi selaku Kabid Penataan dan Penataan Lingkungan (PPL) serta Satgas Gakkum DLHK Pemko Pekanbaru.
3. Reza Aulia Putra selaku Plt. Kepala DLHK Kota Pekanbaru.
4. Tengku Ahmad Reza Pahlevi selaku Sekretaris DLHK Kota Pekanbaru.
Dalam keterangannya, Andi Champay, Koordinator Umum AWASI RIAU menyatakan:
“Ini bukan persoalan kecil. Ketika perusahaan besar beroperasi tanpa izin lingkungan, itu sama saja dengan merusak kota ini secara legal. Kami menilai DLHK Pekanbaru tidak menjalankan fungsi pengawasan dan penindakan secara profesional. Mereka harus bertanggung jawab.”
Sementara itu, Cep Permana Galih, Tim Investigasi AWASI RIAU menegaskan:
“Kami sudah mengantongi dokumen dan data-data lapangan. Ini bukan sekadar temuan media, ini potensi tindak pidana lingkungan. Jika DLHK terus membiarkan, kami tidak segan-segan membawa kasus ini ke jalur hukum.”
AWASI RIAU kini tengah menyiapkan pelaporan resmi ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Subdit IV Tipidter (Tindak Pidana Tertentu). Laporan ini akan menyoroti pelanggaran Pasal-pasal dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
AWASI RIAU juga akan mendesak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) turun tangan serta mengevaluasi seluruh izin lingkungan usaha di Pekanbaru yang berpotensi merusak lingkungan dan mengabaikan hukum.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan lingkungan ditegakkan,” pungkas Andi Champay.
Adapun dasar hukum pelaporan uji limbah sebagai berikut:
1.UU no. 32 tahun 2009 tentang dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH).
Pasal 68 ayat (1)
Setiap orang yang melakukan usaha wajib melakukan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi kewajiban:
A. Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan limbah
B. Melakukan pemantauan atas limbah yang dihasilkan
Pasal 69 Ayat (2)
Pemerintah dan pemerintah daerah berwenang menetapkan tata cara pemantauan dan pelaporan lingkungan hidup.
2. PP nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Lampiran I & II:
Menetapkan bahwa pemrakarsa wajib melakukan pemantauan lingkungan dan melaporkan nya secara berkala sebagai bagian dari pelaksanaan UKI- UPL atau AMDAL.
3. Permen LHK No. 5 Tahun 2021 tentang tata cara perizinan berbasis risiko sektor lingkungan hidup.
Pasal 47 Ayat (1)
Pelaku Usaha Wajib Melaksanakan pemantauan dan pelaporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Pasal 47 Ayat (2)
Laporan Hasil Pemantauan Disampaikan kepada menteri/ Gubernur/Bupati/ Walikota melalui DLHK sesuai dengan kewenangannya.
Adapun kesimpulannya sebagai berikut:
Perusahaan wajib melaporkan hasil uji limbah ke DHLK Kota Pekanbaru minimal 4 kali dalam setahun (setiap triwulan).
Pelaporan merupakan bagian dari pemenuhan kewajiban izin lingkungan, dan kelalaian bisa dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan izin.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta perubahannya dalam UU Cipta Kerja, setiap usaha atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan wajib memiliki dokumen Persetujuan Lingkungan.
Tanpa itu, pelaku usaha dapat dijerat pidana Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 menyebutkan:
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
AWASI RIAU akan terus menindaklanjuti kasus ini dan memastikan bahwa hukum ditegakkan, serta lingkungan tidak dijadikan korban oleh keserakahan bisnis.
Keterangan:
Sebelum melakukan kegiatan usaha, setiap industri wajib untuk mambuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Bagaimana perbedaannya?
IZIN LINGKUNGAN
Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL/UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi :
Penyusunan AMDAL dan UKL/UPL, Penilaian AMDAL dan pemeriksaan UKL/UPL, dan Permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Dokumen AMDAL merupakan instrumen pengelola lingkungan yang wajib disusun oleh penyelenggara kegiatan/usaha yang melakukan kegiatan/usaha yang termasuk dalam daftar wajib AMDAL, seperti diatur pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL.
AMDAL terdiri dari :
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan).
UKL-UPL sama halnya seperti AMDAL, berfungsi sebagai panduan pengelolaan lingkungan bagi seluruh penyelenggara suatu kegiatan. Namun, skala kegiatan yang diwajibkan UKL-UPL relatif cukup kecil dan dianggap memiliki dampak terhadap lingkungan yang tidak terlalu besar dan penting.
Hal ini menyebabkan kegiatan tersebut tidak tercantum dalam daftar wajib AMDAL. Namun demikian, dampak lingkungan yang dapat terjadi tetap perlu dikelola untuk menjamin terlaksananya pengelolaan lingkungan yang baik.
SPPL (Surat Pernyataan Kesangupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) SPPL adalah kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/ atau kegiatannya di luar Usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.
Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diatur bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL wajib memiliki UKL-UPL dan wajib SPPL. Jadi, UKL/UPL, AMDAL, SPPL adalah jenis dokumen yang harus diajukan untuk mendapatkan Izin Lingkungan.
Dokumen AMDAL terdiri dari KA-ANDAL dan RKL/RPL. Dokumen AMDAL wajib disusun jika kegiatan/usaha termasuk dalam daftar wajib AMDAL (wajib karena berdampak lingkungan besar), jika tidak termasuk, maka diwajibkan menyusun UKL/UPL (berdampak lingkungan lebih kecil). Setelah mendapatkan izin lingkungan, suatu usaha/kegiatan/proyek baru boleh dimulai.
Prosedur ini (kalau dilaksanakan dengan baik dan bukan sekedar formalitas), merupakan upaya mencegah/mengurangi dampak buruk dari usaha/kegiatan/proyek ini kepada lingkungan Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa Amdal, UKL-UPL dan SPPL merupakan “Dokumen Lingkungan Hidup.”
Walaupun SPPL hanya terdiri dari satu sampai dua lembar (karena hanya berupa surat pernyataan) dalam peraturan tersebut tetap disebut sebagai dokumen lingkungan.