PEKANBARU, THILASIA.ID- Ketegangan meledak di depan Gedung DPRD Kota Pekanbaru, Selasa (22/04/2025), saat aksi unjuk rasa yang digelar Barisan Lantang Para Aktivis Indonesia (BALAPATISIA) berubah panas. Aksi bakar ban sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan pemerintah daerah memicu kericuhan hingga menyebabkan seorang demonstran mengalami luka bakar ringan akibat terseret dalam kerumunan yang memanas.
Sejak pukul 11.00 WIB, puluhan aktivis BALAPATISIA yang dipimpin langsung oleh koordinator lapangan, Cep Permana Galih, memadati Jalan Jenderal Sudirman sambil mengusung spanduk protes dan membawa ban bekas. Sesaat setelah tiba, massa langsung menyalakan api di depan gerbang utama DPRD, sebuah simbol kemarahan terhadap stagnasi penanganan berbagai persoalan kota.
Namun ketegangan meningkat saat aparat kepolisian mencoba memadamkan api dengan cara yang dinilai provokatif oleh peserta aksi. Salah satu petugas terlihat menendang ban yang masih menyala, memicu aksi saling dorong antara petugas dan massa. Di tengah kericuhan, seorang demonstran terjatuh dan terseret ke area bara panas, mengalami luka pada bagian kakinya.
“Simbol perjuangan kami tidak bisa diperlakukan seenaknya. Kalau negara menutup mata, kami akan membuka suara selebar-lebarnya di jalanan,” seru Cep Permana Galih dengan suara lantang, disambut sorak para demonstran.
Situasi berhasil diredam setelah negosiasi singkat antara koordinator aksi dan aparat dilakukan. Massa kemudian melanjutkan unjuk rasa secara damai, tetap dengan tuntutan yang sama: desakan atas tanggung jawab Pemerintah Kota Pekanbaru dan DPRD terhadap persoalan publik yang dianggap semakin kronis.
Tuntutan Berlapis: Dari Sampah dan Banjir Hingga Dugaan Korupsi
Dalam orasinya, BALAPATISIA menyampaikan sejumlah tuntutan. Mereka menyebut tumpukan sampah yang menggunung di sejumlah titik sebagai bukti gagalnya transisi pengelolaan dari pihak ketiga ke sistem swakelola kelurahan. Selain itu, banjir musiman yang terus melanda Pekanbaru disebut sebagai kelalaian dalam manajemen tata ruang dan drainase.
Kondisi jalan berlubang, yang menurut data BALAPATISIA mencapai lebih dari 450 kilometer rusak, menjadi sorotan utama. “Anggaran hampir Rp50 miliar untuk jalan, tapi faktanya lubang tetap menganga, dan nyawa rakyat jadi taruhan,” tegas Cep.
Mereka juga menyinggung kebijakan tarif parkir yang dianggap kacau, tumpang tindih antara Perwako dan Perda, serta mengancam keberlangsungan hidup para juru parkir yang kehilangan kepastian.
Persoalan tunda bayar (TB) yang menghambat pembayaran bagi tenaga harian dan rekanan proyek juga diangkat. BALAPATISIA menyebut kebijakan ini sebagai bentuk kelemahan dalam pengelolaan keuangan daerah yang berdampak langsung pada pekerja lapangan.
Yang paling menggemparkan adalah tuntutan transparansi terhadap dugaan kasus korupsi pengadaan videotron yang menyeret salah satu anggota DPRD Kota Pekanbaru berinisial RP. Meski telah diperiksa beberapa kali oleh Kejari Pekanbaru, status hukum RP hingga kini masih mengambang.
“Jika hukum tak lagi tajam ke atas dan hanya berlaku untuk rakyat kecil, maka keadilan itu sedang dikubur di gedung-gedung yang angkuh,” ujar Cep dengan nada getir.
“Ini Bukan Akhir, Tapi Permulaan”
Aksi BALAPATISIA ini menjadi alarm keras bagi para pengambil kebijakan. Dengan semangat militansi sipil, mereka menyatakan tidak akan mundur sampai ada tindakan konkret dari DPRD maupun Pemko Pekanbaru.
“Kalau tidak ada respons dalam waktu dekat, kami akan kembali turun dengan kekuatan yang lebih besar. Ini bukan keributan, ini panggilan nurani rakyat,” tutup Cep Permana Galih.