PEKANBARU, THILASIA.ID- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau berhasil membongkar sindikat pemalsuan dokumen kependudukan ilegal yang melibatkan empat orang pelaku, salah satunya merupakan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan.
Keempat tersangka yakni RWY, SHP, FHS, dan RWT ditangkap setelah penyelidikan intensif yang dilakukan Tim Siber Subdit V. Pengungkapan kasus ini berawal dari temuan akun Facebook mencurigakan bernama Sultan Biro Jasa yang menawarkan jasa pembuatan berbagai dokumen kependudukan secara ilegal, termasuk KTP, KK, akta lahir, hingga buku nikah.
“Akun tersebut dioperasikan RWY, warga Kuantan Singingi, yang berhasil kami amankan pada 23 April 2025. Ia menjalankan usaha ilegal ini tanpa izin resmi dan bahkan memiliki dua KTP dengan NIK berbeda,” ungkap Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan dalam konferensi pers di Mapolda Riau, Rabu (30/4/2025), didampingi Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Anom Karibianto.
Dari hasil interogasi, RWY mengaku menggunakan data pribadi orang lain untuk mencetak dokumen palsu yang dijual dengan harga bervariasi antara Rp6 ribu hingga Rp5 juta per item. Barang bukti yang diamankan antara lain dua KTP palsu, buku nikah palsu, dua unit ponsel, SIM palsu, serta buku tabungan atas nama RWY.
Penyelidikan kemudian mengarah ke FHS, tenaga honorer di Disdukcapil Kecamatan Pinggir, Bengkalis. Ia diketahui membantu mencetak KTP pesanan RWY dan menjalin komunikasi dengan petugas Dukcapil lain berinisial SD untuk mengurus dokumen pindah kewarganegaraan. Polisi juga menemukan bahwa FHS menerima KTP kosong dari petugas Dukcapil berinisial SP, untuk diisi dengan data palsu. FHS ditangkap di kediamannya di Marpoyan Damai, Pekanbaru, pada 24 April.
Dari FHS, polisi menyita 14 KTP kosong, satu perangkat cetak KTP, dan satu unit ponsel. Peran FHS menjadi sorotan karena ia memiliki akses langsung ke sistem pencetakan dokumen resmi. Polda Riau pun mendalami adanya celah pengawasan internal di Disdukcapil.
Pelaku lainnya, RWT, seorang perempuan yang sedang hamil enam bulan, terlibat dalam pemalsuan buku nikah berdasarkan data palsu. Ia turut diamankan dan saat ini menjalani pemeriksaan di Mapolda Riau.
Kombes Ade menjelaskan, praktik ilegal ini telah berjalan sejak 2024 dan menghasilkan keuntungan antara Rp650 ribu hingga Rp800 ribu per dokumen. Sejauh ini, setidaknya 54 KTP palsu berhasil dicetak dengan NIK yang sah namun data fiktif.
“Ini adalah bentuk pelanggaran serius. Selain melanggar hukum, tindakan ini juga berisiko besar terhadap keamanan data pribadi masyarakat. Dokumen palsu bisa disalahgunakan untuk tindak pidana lain seperti penipuan atau bahkan terorisme,” tegas Kombes Ade.
Polda Riau kini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan verifikasi ulang terhadap dokumen-dokumen yang terindikasi palsu serta mengidentifikasi siapa saja yang sudah menggunakan dokumen tersebut dalam proses administrasi lainnya.
Para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, di antaranya Pasal 51 Ayat (1) Jo Pasal 35 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, Pasal 67 Ayat (1) Jo Pasal 65 Ayat (1) UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dan Pasal 266 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP.
Polisi mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan jasa pembuatan dokumen ilegal karena selain melanggar hukum, hal tersebut juga merugikan sistem administrasi negara. Kombes Ade menegaskan bahwa Polda Riau akan terus memperluas penyelidikan guna mengungkap jaringan pemalsuan dokumen ini hingga ke akar-akarnya.